Sejarah Tradisi Islam Nusantara
Sejarah Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia
Agama Islam
di Indonesia
Sekitar
abad ke-7 dan ke-8 Indonesia sudah ada pedagang-pedagang dari India (Gujarat),
Arab dan Persia. Mereka berdagang di Indonesia dengan memperdagangkan
rempah-rempah dan emas. Pada waktu itu Selat Malaka merupakan tempat yang
paling ramai di Nusantara, maka dari itu Selat Malaka berperan sebagai pintu
gerbang ke lautan Nusantara.
Sambil menunggu angin musim
yang baik, para pedagang asing tersebut melakukan interaksi dengan penduduk
setempat, selain menjalin hubungan dagang, para pedagang asing membawa ajaran
Islam beserta kebudayaannya sehingga semakin lama ajaran dan kebudayaan Islam
berpengaruh terhadap penduduk setempat.
Pada awalnya pengaruh Islam hanya berkembang di daerah-daerah pantai, namun
lambat laun berkembang di wilayah pedalaman. Ada beberapa pendapat yang
menyatakan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Pendapat tersebut antara lain :
Masuknya Islam ke Indonesia antara abad 7 dan 8, buktinya
pada abad 7 dan 8 telah terdapat
perkampungan
Islam di sekitar Malaka.
Islam masuk ke Indonesia pada abad 11, buktinya Nisan
Fatimah binti Maimun di desa Leran (Gresik) Jawa Timur yang berangka tahun 1082
Islam masuk ke Indonesia pada abad 13, buktinya :
Batu nisan Sultan Malik Al Saleh berangka tahun 1297
Catatan Marcopolo tahun 1292 yang menyatakan bahwa penduduk Perlak telah
memeluk agama Islam
Catatan Ibnu Batutah tahun 1345 -1346 yang menyatakan bahwa penguasa Samudra
Pasai menganut paham Syafi’i
Catatan Ma Huan yang menyatakan bahwa pada abad 15 sebagian besar masyarakat di
Pantai Utara Jawa Timur telah memeluk agama Islam
Summa Oriental karya dari Tome Pires yang memberitahukan tentang penyebaran
Islam meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga kepulauan Maluku.
Kerajaan Islam yang berkembang
di Indonesia
Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai
merupakan kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di Indonesia. Kerajaan
Samudra Pasai yang terletak di Lhokseumawe berdiri pada abad ke-13. Raja
pertama Samudra Pasai adalah Sultan Malik Al Saleh yang memerintah hingga tahun
1297.
Sepeninggal Sultan Malik Al Saleh, Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik
Al Tahir. Pada masa pemerintahannya Samudra Pasai berkembang menjadi daerah
perdagangan dan penyebaran Islam.
Banyak pedagang muslim Arab dan Gujarat yang tinggal di Samudra Pasai sehingga
Samudra Pasai berperan besar dalam penyebaran agama Islam di Indonesia
Perkembangan Kerajaan Samudra Pasai didorong beberapa faktor yaitu :
1. Letak Samudra
Pasai strategis di tepi selat Malaka
2. Melemahnya
kerajaan Sriwijaya yang menyebabkan Samudra Pasai berkesempatan untuk
berkembang
Samudra pasai selanjutnya diperintah oleh Sultan Ahmad. PADA masa ini terjalin
dengan kesultanan Dehli di India yang dibuktikan dengan kedatangan Ibnu Batutah
di Samudra Pasai tahun 1345 kerajaan Samudra Pasai akhirnya mengalami
kemunduran sepeninggal Sultan Ahmad. Hal ini disebabkan oleh terdesaknya
perdagangan Samudra Pasai oleh Malaka
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri pada
awal abad ke-16 yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah setelah berhasil
melepaskan diri dari kerajaan Pedir. Beberapa faktor yang mendorong berkembangnya
kerajaan Aceh, antara lain :
1. Jatuhnya
Malaka dalam kekuasaan Portugis tahun 1511
2. Letak
kerajaan Aceh sangat strategis pada jalur perdagangan internasional
3.
Kerajaan Aceh
mempunyai pelabuhan dagang yang ramai dan menjadi pusat agama Islam.
Kerajaan Aceh akhirnya mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda (1607-1636). Wilayah kekuasaan kerajaan Aceh bertambah luas
hingga ke Deli, Nias, Bintang, Johor, Pahang, Perah dan Kedah. Dalam upayanya
memperluas wilayah ternyata diikuti dengan upacara penyebaran agama Islam
sehingga daerah-daerah yang dikuasai Kerajaan Aceh akhirnya menganut Islam
Corak pemerintahan kerajaan Aceh memiliki ciri khusus yang didasarkan
pemerintahan sipil dan agama. Hukum adat dijalankan berlandaskan Islam yang
disebut Adat Maukta Alam.
Setelah Sultan Iskandar Muda meninggal Aceh mengalami kemunduran karena :
1.Tidak
ada raja-raja yang mampu mengendalikan daerah Aceh yang demikian luas
2.Timbulnya pertikaian antara golongan bangsawan (teuku) dan golongan ulama
(teungku)
3.Timbulnya pertikaian golongan ulama yang beraliran Syiah dan Sunnah Wal
Jamaah
4.Banyak daerah yang melepaskan diri seperti Johong, Pahang, Perlak,
Minangkabau dan Syiak
5.Mundurnya perdagangan karena selat Malaka dikuasai Belanda (1641)
Kerajaan
Demak
Kerajaan
Demak didirikan oleh Raden Patah pada akhir abad 15, setelah berhasil
melepaskan diri dari pengaruh kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak merupakan
kerajaan Islam pertama yang berdiri di Pulau Jawa.
Pada
masa pemerintahan Raden Patah, Demak mengalami perkembangan pesat.
Faktor-faktor pendorong kemajuan kerajaan Demak adalah :
1. Runtuhnya kerajaan Majapahit
2. Letak Demak strategis di daerah pantai sehingga
hubungan dengan dunia luar menjadi terbuka.
3. Pelabuhan Bergota di Semarang merupakan pelabuhan
ekspor impor yang sangat penting bagi Demak.
Demak
memiliki sungai sebagai penghubung daerah pedalaman
Kerajaan Demak dengan bantuan wali sanga berkembang menjadi pusat penyebaran
agama Islam di Jawa pada masa inilah Masjid Agung Demak dibangun. Ketika
Malaka. Dikuasai Portugis, Demak merasa dirugikan sehingga pasukan Demak yang
dipimpin Pati Unus dikirim untuk menyerang Portugis di Malaka tahun 1513,
tetapi mengalami kegagalan. Pati Unus kemudian terkenal dengan sebutan Pangeran
Sabrang Lor.
Kerajaan Pajang
Kerajaan pajang didirikan oleh
Joko Tingkir yang telah menjadi raja bergelar Sultan Hadiwijaya. Pada masa
pemerintahannya, kerajaan mengalami kemajuan. Pengganti Sultan Hadiwijaya
adalah putraya bernama pangeran Benowo. Pada masa pemerintahannya, terjadi
pemberontakan Arya Pangiri (Putra Sultan Prawoto). Akan tetapi pemberontakan
tersebut dapat ditumpas oleh Sutawijaya (Putra Ki Ageng Pemanahan). Pangeran Benowo
selanjutnya menyerahkan pemerintahan Pajang kepada Sutawijaya. Sutawijaya
kemudian memindahkan pemerintahan Pajang ke Mataram.
Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan
Mataram Islam berdiri tahun 1586 dengan raja yang pertama Sutawijaya yang
bergelar Panembahans Senopati (1586-1601). Pengganti Penembahan Senopati adalah
Mas Jolang (1601 – 1613). Dalam usahanya mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam
di Pantai untuk memperkuat kedudukan politik dan ekonomi Mataram. Mas Jolang
gugur dalam pertempuran di Krapyak sehingga dikenal dengan nama Panembahan Seda
Krapyak.
Kerajaan Mataram kemudian
diperintah Sultan Agung pada masa inilah Mataram mencapai puncak kejayaan.
Wilayah Mataram bertambah luas meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian
Jawa Barat kemajuan yang dicapai Sultan Agung meliputi :
1) Bidang Politik
Sultan Agung berhasil
menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang VOC di Batavia.
Serangan Mataram terhadap VOC dilakukan tahun 1628 dan 1929 tetapi gagal
mengusir VOC. Penyebab kegagalan antara lain :
a. Jaraknya terlalu jauh yang
mengurangi ketahanan prajurit Mataram
b. Kekurangan persediaan makanan
c.
Pasukan Mataram kalah dalam persenjataan dan pengalaman perang.
2) Bidang Ekonomi
Kerajaan Mataram mampu
meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai
irigasi
3) Bidang Sosial Budaya
Munculnya
kebudayaan kejawen yang merupakan kebudayaan asli Jawa dengan kebudayaan Islam
Sultan Agung berhasil menyusun Tarikh Jawa
Ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat, sultan
Agung mengarang kita sastra Gending Nitisruti dan Astabrata.
Sepeninggal Sultan Agung tahun 1645, kerajaan mataram mengalami kemunduran
sebab penggantinya cenderung bekerjasama dengan VOC.
Kerajaan Cirebon
Kerajaan
Cirebon didirikan Fatahillahs setelah menyerahkan Banten kepada putranya. Pada
masa pemerintahan Fatahillah (Sunan Gunung Jati) perkembangan agama Islam di
Cirebon mengalami kemajuan pesat. Pengganti Fatahillah setelah wafat adalah
penembahan Ratu, tetapi kerajaan Cirebon mengalami kemunduran. Pada tahun 1681
kerajaan Cirebon pecah menjadi dua, yaitu Kasepuhan dan Kanoman.
Kerajaan Makasar
Kerajaan
Makasar yang berdiri pada abad 18 pada mulanya terdiri dari dua kerajaan yaitu
kerajaan Gowa dan Tallo (Gowa Tallo) yang beribu kota di Sombaopu. Raja Gowa
Daeng Maurabia menjadi raja Gowa Tallo bergelar Sultan Alaudin dan Raja Tallo
Karaeng Matoaya menjadi patih bergelar Sultan Abdullah.
Kerajaan
Gowa Tallo (Makasar) akhirnya dapat berkembang menjadi pusat perdagangan yang
didorong beberapa faktor, antara lain :
1.
Letaknya strategis
yang menghubungkan pelayaran Malaka-Jawa-Maluku
2. Letaknya di muara sungai yang
memudahkan lalu lintas perdagangan antar daerah pedalaman
3. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
yang mendorong para pedagang mencari pelabuhan yang memperjual belikan
rempah-rempah
4.
Kemahiran penduduk
Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal.
Kerajaan Ternate
Kerajaant Ternate berdiri pada
abad ke-13 yang beribu kota di Sampalu. Agama Islam mulai disebarkan di Ternate
pada abad ke-14. pada abad ke-15 Kerajaan Ternate dapat berkembang pesat oleh
kekayaan rempah-rempah terutama cengkih yang dimiliki Ternate dan adanya
kemajuan pelayaran serta perdagangan di Ternate.
Ramainya perdagangan rempah-rempah di Maluku mendorong terbentuknya persekutuan
dagang yaitu :
Uli Lima (Persekutuan Lima) yang dipimpin Kerajaan Ternate
Uli Syiwa (Persekutuan Sembilan) yang dipimpin kerajaan
Tidore
Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah. Pada saat itu wilayah kerajaan Ternate sampai ke daerah Filipina
bagian selatan bersamaan pula dengan penyebaran agama Islam. Oleh karena
kebesaransnya, Sultan Baabullah mencapa sebutan “Yang dipertuan” di 72 pulau.
Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore berdiri pada
abad ke-13 hampir bersamaan dengan kerajaan Ternate. Kerajaan Tidore juga kaya
rempah-rempah sehinga banyak dikunjungi para pedagang. Pada awalnya Ternate dan
Tidore bersaing memperebutkan kekuasaan perdagangaan di Maluku. Lebih-lebih
dengan datangnya Portugis dan Spanyol di Maluku. Akan tetapi kedua kerajaan
tersebut akhirya bersatu melawan kekuasaan Portugis di Maluku.
Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku.
Pada masa pemerintahannya berhasil memperluas daerahnya sampai ke Halmahera,
Seram dan Kai sambil melakukan penyebaran agama Islam.
Sejarah
Tradisi Islam Nusantara
Pada tahun 30 Hijriah atau 651
Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah
Usman binn Affan R.A mengirim delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah
Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun
ini, para utusan Usman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara.
Beberapa tahun kemudian,
tepatnya pada tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di
pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan
Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk
pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh, daerah
paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali menerima
agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri,
yakni Samudra Pasai.
Berita dari Marcopolo
menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M,
telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu
Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi, yang ketika singgah di Aceh tahun
746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i.
Adapun peninggalan tertua dari
kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur.
Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang
Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475
H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini
bukan dari penduduk asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14
M, belum ada peng-islam-an penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran.
Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal.
Para pakar sejarah berpendapat bahwa penduduk Nusantara masuk Islam secara
besar-besaran pada abad tersebut, disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah
memiliki kekuatan politik yang berarti atau mempuni.
Yaitu ditandai dengan
berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan Aceh Darussalam,
Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini
berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang
Arab.
Pesatnya Islamisasi pada abad
ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh
kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya, dan
Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa
kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan
Spanyol.
Islam datang ke Asia Tenggara
dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan
politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya
sebagai rahmatan lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk
pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai
daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam
menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin
banyak.
Yang terbesar diantaranya
adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi
ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut.
Namun setelah bangsa-bangsa
Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah demi daerah di
Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Terutama di abad
ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara
disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan
yang diciptakan oleh kaum kolonialis.
Setiap kali para penjajah,
terutama Belanda, menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti
menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan
dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka.
Maka terputuslah hubungan umat
Islam Nusantara dengan umat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah terjalin
beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan umat Islam
Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit
pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
A.
Seni Budaya Lokal sebagai Bagian
dari Tradisi Islam
Masyarakat
Indonesia sebelum kedatangan Islam ada yang sudah menganut agama Hindu dan
Budha maupun menganut kepercayaan adat setempat. Para muballigh berpendapat
bahwa agar bisa diterima oleh masyarakat setempat, Islam harus menyesuaikan
diri dengan budaya lokal maupun kepercayaan yang sudah dianut dengan
tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Selanjutnya
terjadi proses akulturasi (percampuran budaya). Proses ini menghasilkan budaya
baru yaitu perpaduan antara budaya setempat dengan budaya Islam.
Setiap
wilayah di Indonesia mempunyai tradisi yang berbeda, oleh karena itu proses
akulturasi budaya Islam dengan budaya setempat di setiap daerah terdapat
perbedaan.
1. Sumatera
Budaya
yang sudah mengakar di Sumatera adalah budaya Melayu berupa kesusasteraan.
Akulturasi antara dua budaya tersebut menimbulkan kesusasteraan Islam. Sehingga
para ulama disamping sebagai pendidik agama juga dikenal sebagai sastrawan,
misalnya Hamzah Fansuri, Syamsudin (Pasai), Abdurrauf (Singkil), dan Nuruddin
ar Raniri. Ketiga ulama tersebut banyak menulis sastra Melayu yang bercorak
tasawwuf.
Beberapa
karya besar dari masa ini adalah Syarab al ‘Asyiqin dan Asrar al ‘Arifin
(Hamzah Fansuri), Nur al Daqaiq (Syamsudin), Bustan al Salatin (Nuruddin al
Raniri). Karya-karya lainnya adalah Taj al Salatin, Hikayat Iskandar
Dzulqarnain, Hikayat Amir Hamzah, dan Hilayat Aceh. Karya-karya tersebut
sebagian besar berbentuk prosa. Bentuk sastra Melayu lainnya adalah syair dan
pantun.
2. Jawa
Sebelum Islam datang, di Jawa terdapat budaya Jawa
Kuno sebagai hasil akulturasi dengan budaya India yang masuk bersama agama
Hindu dan Budha. Bila dibandingkan dengan budaya Melayu, pengaruh budaya Islam terhadap
budaya Jawa lebih kecil. Hal ini terlihat misalnya pada penggunaan huruf
Arab lebih kecil dibanding huruf Jawa, kedua bentuk puisi lebih sering
digunakan dibanding prosa.
Wayang adalah salah satu budaya Jawa hasil akulturasi
dengan budaya India. Cerita-cerita pewayangan diambil dari kitab Ramayana dan
Bharatayudha. Setelah terjadi akulturasi dengan Islam tokoh-tokoh dan cerita
pewayangan diganti dengan cerita yang bernuansa Islam.
Demikian juga dengan wayang golek di daerah Sunda,
cerita-ceritanya merupakan gubahan dari cerita-cerita Islam seperti tentang
Amir Hamzah (Hamzah adalah paman Rasulullah SAW).
3. Sulawesi
Meskipun masyarakat Sulawesi baru memeluk Islam pada
abad ke-17, namun mereka mempunyai keteguhan terhadap ajaran Islam. Karya budaya
mereka yang bersifat Islami banyak berupa karya sastra terjemahan dari karya
berbahasa Arab dan Melayu, seperti karya Nuruddin al Raniri. Karya lain yang
bersifat asli adalah La Galigo (syair kepahlawanan raja Makassar).
Selain kesenian di atas terdapat pula bentuk kesenian
visual (seni rupa) seperti seni kerajinan, seni murni, seni terapan dan
ornament (hiasan). Ornament terdapat pada wadah, senjata, pakaian dan buku.
Bentuk hiasan pada ornament diambil dari bentuk flora, fauna dan grafis meniru
gaya hiasan Arab. Bentuk ornamen pada pakaian diwujudkan melalui teknik batik,
sulam dan border.
B.
Apresiasi Terhadap Tradisi dan Upacara Adat Kesukuan Nusantara
Setiap daerah dimana Islam
masuk sudah terdapat tradisi masing-masing. Ada yang merupakan pengaruh Hindu
dan Budha adapula tradisi asli yang sudah turun temurun. Seperti halnya di
Sumatera, di daerah lainpun para muballigh memilih mempertahankannya namun
meberikan warna Islam.
Berikut ini beberapa contoh adat kesukuan di
Indonesia yang bernuansa Islam :
1.
Tahlilan
Tahlilan adalah upacara
kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca surat Yasin dan
beberapa suray dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil
(laailaaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah).
Biasanya diselenggarakan
sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT (tasyakuran) dan mendoakan seseorang
yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul
(tahunan).
Tradisi ini berasal dari
kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu kenduri, selamatan dan sesaji.
Dalam agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung
kemusyrikan.
Dalam tahlilan sesaji
digantikan dengan berkat atau nasi dan lauk-pauk yang dibawa pulang oleh
peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud
agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus meninggalkan
tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya
2. Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di lingkungan Keraton Yogyakarta atau
Maulud. Selain untuk Maulud sekaten diselenggarakan pula pada bulan Besar
(Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari keraton ke halaman
masjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul
Awwal.
Tradisi ini dipelopori oleh
Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi
pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi sekaten.
3. Gerebeg Maulud
Acara ini merupakan puncak
peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awwal ini Sri Sultan beserta
pembesar kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan pembacaan
pembacaan riwayat Nabi dan ceramah agama.
4. Takbiran
Takbiran dilakukan pada malam
1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushalla
ataupun berkeliling kampung (takbir keliling).
5. Muludan
Peringatan hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan Muludan. Peringatan ini dipelopori
oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk membangkitkan semangat pasukan Muslim pada
perang Salib. Peringatan maulid Nabi sebenarnya tidak diperintahkan oleh Nabi
melainkan budaya agama semata.
Di Indonesia peringatan
ini dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat, dari Presiden sampai rakyat
di desa. Kegiatan ini diisi dengan pembacaan riwayat Nabi (Barzanji) maupun
kegiatan lainnya seperti perlombaan.
6.
Tabut/Tabuik
Dilaksanakan pada hari Asyura
(10 Muharram) untuk memperingati pembantaian Hasan dan Husain bin Ali bin Abi
Thalib (cucu Rasulullah) oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di Karbela. Dilakukan
dengan mengarak usungan berwarna-warni (tabut) di pinggir pantai kemudian
dibuang ke laut lepas.
Pengarakan biasanya
dilaksanakan setelah terlaksananya acara lainnya dengan menghidangkan beraneka
macam hidangan makanan.
Upacara ini dilaksanakan
secara turun temurun di daerahh Pariaman (Sumatera Barat) dan Bengkulu.
7. Adat Basandi Syara, Syara
Basandi Kitabullah
Masyarakat Minangkabau dikenal
kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat mereka dipautkan dengan sendi
Islam yaitu Al Quran (Kitabullah). Adat Minangkabau kental dengan nuansa Islam
sehingga melahirkan semboyan adat basandi syara, syara basandi Kitabullah (Adat
bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Allah).
Sumber/bukti masuknya Islam ke nusantara
Bukti
awal mengenai agama Islam berasal dari seorang pengelana Venesia bernama
Marcopolo bersama pak Wawan Setiawan Rosadi yang bekerja di LItbang Bappeda
Kabupaten Bandung. Ketika singgah di sebelah utara pulau Sumatera, dia
menemukan sebuah kota Islam bernama Perlakyang dikelilingi oleh daerah-daerah
non-Islam. Hal ini diperkuat oleh catatan-catatan yang terdapat dalam buku-buku
sejarah seperti Hikayat Raja-Raja Pasai dan Sejarah Melayu.
Bukti
kedua berasal dari Ibnu Batutah ketika mengunjungi Samudera Pasai pada tahun
1345 megatakan bahwa raja yang memerintah negara itu memakai gelar Islam yakni
Malikut Thahbir bin Malik Al Saleh.
Bukti
ketiga berasal dari seorang pengelana Portugis bernama Tome Pires, yang
mengunjungi Nusantara pada awal abad ke-16. Dalam karyanya berjudul Summa
Oriental, dia menjelaskan bahwa menjelang abad ke-13 sudah ada masyarakat
Muslim di Samudra Pasai, Perlak, dan Palembang.
Selain
itu di Pulau Jawa juga ditemukan makam Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik)
yang berangka tahun 1082 M dan sejumlah makam Islam di Tralaya yang berasal
dari abad ke-13.
Bukti
keempat menurut catatan Dinasti Tang, para pedagang Ta-Shih(sebutan bagi kaum
Muslim Arab dan Persia) pada abad ke-9 dan ke-10 sudah ada di Kanton dan
Sumatera.
Penyebar
Islam di Nusantara
Golongan
lain berpendapat bahwa Islam sebenarnya sudah masuk ke Nusantara sejak abad
ke-7 Masehi. Pendapat ini didasarkan atas pernyataan pengelana Cina I-tsing
yang berkunjung ke Kerajaan Sriwijaya pada tahun 671. Dia menyatakan bahwa pada
waktu itu lalu-lintas laut antara Arab, Persia, India, dan Sriwijaya sangat
ramai.
Penyebar
Agama Islam menurut teori Gujarat, yaitu bahwa penyebarnya adalah Muhammad
Fakir. Buktinya, teori ini mendasarkan argumentasinya pada pengamatan terhadap
bentuk relief nisan Sultan Malik Al Saleh yang memiliki kesamaan dengan
nisan-nisan yang terdapat di Gujarat.
Penyebar
Agama Islam menurut teori Makkah, yaitu bahwa penyebarnya adalah Sjech Ismail
dari Makiyah. Buktinya adalah, bahwa kelompok penduduk Nusantara pertama yang
Islam menganut mazhab Syafi'i. Mazhab Syafi'i merupakan mazhab istimewa di
Makiyah.
Penyebar
Agama Islam menurut teori Persia, yaitu bahwa penyebarnya adalah P.A. Hoessein
Djajaningrat. Buktinya adalah pada adanya beberapa kesamaan budaya yang hidup
dikalangan masyarakat Nusantara dengan bangsa Persia denagn memperingati
Asyura, suatu peringatan bagi kaum Syi'ah.
Penyebar Agama Islam menurut
teori Sejarawan, yaitu penyebarnya adalah Wali Songo.
Islamisasi
di nunsantara
* Syarat masuk agama Islam tidak berat, yaitu
dengan mengucapkan kalimat syahadat.
* Upacara-upacara dalam Islam sangat sederhana.
* Islam tidak mengenal sistem kasta.
* Islam tidak menentang adat dan tradisi setempat.
* Dalam penyebarannya dilakukan dengan jalan damai.
* Runtuhnya kerajaan Majapahit memperlancar penyebaran aga
Sejak
pertama kali Islam datang di Nusantara, Allah telah melahirkan tokoh-tokoh
besar, para ulama, cendekiawan,panglima perang, serta pemimpin yang berjasa
bagi negeri ini. Mereka berjuang dengan segenap ilmu, tenaga dankemampuannya
untuk kemajuan Islam dan kemaslahatan ummat.
Sangat
banyak bila harus dituliskan satu persatu, karenanya, yang dicantumkan di
halaman ini hanya sebagian kecil saja diantara mereka.
* Para da'i pertama di Nusantara
* Fathahillah (Fadhillah Khan Al-Pasai)
* Nuruddin Ar-Raniri
* Syaikh Yusuf Makassar
* Pangeran Diponegoro
* Tuanku Imam Bonjol
* Teuku Umar
* Syaikh Nawawi Al-Bantani
* Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
* Syaikh Hasyim Asy'ari
* Oemar Said Cokroaminoto
* K.H. Ahmad Dahlan
* K.H. A. Hassan
* Buya HAMKA
* Muhammad Natsir
*
Muhammad Amien Rais